Do'a Sebelum Belajar

“Robbi zidni ilman warzuqnii fahman”
artinya:
Ya Alloh, tambahkanlah ilmu pengetahuanku dan berilah aku kefahaman

Selamat Datang di Blog Bimbel SSC X-Team Bekasi

Bismillahirrohmannirrohim. Assalamu'alaikum. Warahmatullohi Wabarakatuh.

Photobucket

Logo SSC X-Team Bekasi Lembaga Pendidikan Makes Study Better

Logo SSC X-Team Bekasi Lembaga Pendidikan Makes Study Better

Cari Blog Ini

Rabu, 17 Maret 2010

JATI DIRI BANGSA HARI INI

JATI DIRI BANGSA HARI INI

JEMBATAN

GENERASI MUDA SETERUSNYA…!

Oleh: Tatu Hilaliyah, S.Pd

(Dosen FKIP-Untirta)

Membangun kembali karakter bangsa merupakan suatu modal yang besar bagi terwujudkannya peradaban dan dalam menghargai leluhur para pejuang dalam hal mengentaskan penjajahan yang terus melanda bangsa ini. Bangsa yang gagah tegak berdiri, yang sekarang kita injak buminya dan kita nikmati manfaatnya sekaligus adalah hasil dari jeripayah para pejuang yang dengan gagahnya mengagas ide dengan konsep menuju sebuah mahakarya yang kini banyak orang mengagungkannya. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka lintas kebudayaan pun semakin redup dan hampir terlupakan. Globalisasi dari modernisasipun tidak terelakan dari pandangan. Lantas dimanakah peran anak bangsa sekarang, bagaimana keutuhan dan keberlangsungan Negara ini selanjutnya di tangan para pemuda yang terjerembab pada eranya sendiri tanpa memikirkan kondisi berikutnya, tanpa mau lebih banyak belajar dari sejarah dan pengalaman serta pengamalan terdahulu.

BUKAN SEKADAR PENDIDIKAN, TAPI MENDIDIK AKHLAK DAN MORAL BANGSA

Pentingnya peranan pendidikan pada masa ini, terkait dengan tantangan yang harus dihadapi oleh generasi muda bangsa di masa kini dan masa depan. Sebab, generasi muda kini menghadapi tantangan yang jauh lebih berat lagi rumit dibandingkandengan generasi-generasi muda sebelumnya. Disamping menghadapi kuatnya arus globalisasi, generasi muda masa kini juga dihadapkan pada situasi bangsa yang serba tidak menentu, sehingga masalah yang dihadapi menjadi semakin kompleks. Itu sebabnya, Koesnadi Hardjasoemantri, Guru besar (Emeritus) Hukum Lingkungan FH-UGM, mengingatkan bahwa tantangan yang dihadapi oleh generasi muda sekarang harus dihadapi dengan kemampuan professional yang tinggi. Tetapi, peningkatan kemampuan propesional itu harus ditopang oleh sikap cinta tanah air, iman dan takwa kepada Tuhan YME, serta didukung oleh sikap keterbukaan, kebersamaan dan kemitraan.dengan demikian jika dari angkatan muda ini berkesempatan menjadi pemimpin, maka tentu ia akan memiliki qualifikasi dalam bidang pengetahuan, keterampilan, watak terpuji, jiwa kerohanian, spiritualitas dan tuntunan Illahi.

Pada dasarnya pembentukan karakteradalah tugas utama pendidikan hendaknya bukan saja menghasilkan manusia yang bernalar: pandai, memiliki keterampilan dan bersikap professional. Tetapi juga kaya akan rasa: empati, penghayatan akan sesuatu yang luhur, cinta kasih akan sesame dan alam. Bila etika sudah tidak dikenalmasyarakat,maka kebiadaban menjadi lebih dekat dengan manusia disbanding keberadaban. Tugas pendidikan adalah memertahankan kedekatan manusia dengan keberadaban bukan dengan kebiadaban, agar manusia tidak hidup dalam hokum rimba, siapa kuat dia berkuasa.

MELETAKAN REKONSILIASI UNTUK SEBUAH PERADABAN

Selanjutnya rekonsiliasi adalah pra-kondisi bagi terwujudkannya masa depan yang lebih baik dan dipercaya sebagai bagian dari usaha mengatasi dan keluar dari krisis multidimensi yang menimpa bangsa kita. Indonesia baru tidak mungkin dibangun oleh amarah dan dendam.meski pada kenyataannya, masyarakat kita masih dihinggapai sikap yang selalu reaktif, kurang respons terhadap perubahan.belum lagi diperparah dendam politik masa lalu. Ironisnya, mereka terjerembab dan menikmati penyanderaan oleh politik kepentingan dan golongan sesaat.

Sebuah rekonsiliasi memang diperlukan untuk membangun kembali kepercayaan, bahwa negeri ini memang masih menjanjikan sesuatu untuk sebuah kehidupan yang lebih baik bagi rakyat dan generasi mendatang. Oleh karena itu, agar rekonsiliasi nasional tidak mandeg sebatas gagasan maka, bangsa ini memerlukan adanya kepemimpinan yang kuat dan berwibawa, baik secara institusional maupun individual, yang dapat menjadi teladan hidup bagi rakyatnya sehingga dapat mengurai dan mengikat kembali retakan-retakan konflik yang pernah ada. Rekonsiliasi memerlukan kepemimpinan yang kuat secara moral, hokum dan politik, bukan kepemimpinan yang kuat secara politis dan hanya berbasis kekuasaan refresif.

Rekonsiliasi adalah “jembatan” yang menghubungkan keadaan sekarang dengan hasil yang kita dambakan bersama. Dengan rekonsiliasi akan ditemukan akar permasalahan bangsa yang selama ini seolah menghambat tercapainya kehidupan yang berkeadilan dan berkemakmuran. Inilah yang harus kita perjuangkan bersama.

diambil dari Situs

http://untirta.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar