Pendidikan di Indonesia Gempar, MA Larang Pemerintah Adakan Ujian Nasional
Mahkamah Agung (MA) melakukan keputusan yang membuat gempar dunia pendidikan di Indonesia. MA melarang pemerintah menggelar ujian nasional.
Para tergugat, yakni presiden, wakil presiden, menteri pendidikan nasional, dan ketua Badan Standar Nasional Pendidikan, dinyatakan lalai memberikan pemenuhan hak asasi manusia terhadap warga negara yang menjadi korban ujian nasional.
Pemerintah juga dinilai lalai meningkatkan kualitas guru, terutama sarana dan prasarana sekolah, akses informasi yang lengkap di seluruh daerah sebelum melaksanakan kebijakan ujian nasional. Pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah konkrit untuk mengatasi gangguan psikologis dan mental peserta didik usia anak akibat penyelenggaraan ujian nasional.
Inilah beritanya:
Mendiknas Koordinasi Bahas Larangan UN
Rabu, 25 November 2009 - 11:00 wib
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) melakukan keputusan yang membuat gempar dunia pendidikan di Indonesia. MA melarang pemerintah menggelar ujian nasional. Menanggapi hal ini, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh langsung rapatkan barisan.
Dia mengaku akan melakukan koordinasi terlebih dulu dengan jajarannya terkait masalah ini. “Kita akan koordinasikan dulu,” ungkap M Nuh melalui pesan singkatnya kepada harian Seputar Indonesia(SI) kemarin.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Depdiknas Mansyur Ramli mengaku baru mengetahui putusan MA tersebut sehingga belum mengetahui secara persis isi putusan. “Kami belum mendapat salinan resmi, jadi saya belum baca putusannya,” katanya.
Namun, pada prinsipnya, lanjut dia, pihaknya menghargai putusan tersebut. Hanya saja, pemerintah ingin melihat pertimbangan hakim agung dalam memutuskan penolakan kasasi tersebut. “Apakah karena kecurangan yang terjadi atau penyimpangan selama proses UN? Setelah itu, kita bicarakan dengan berbagai stakeholders,” terang Mansyur.
Depdiknas, ujar dia, mempertimbangkan untuk melakukan peninjauan kembali (PK) atas amar putusan penolakan kasasi oleh MA jika pada akhirnya pemerintah memang memandang bahwa UN sungguh-sungguh sangat penting dan bermanfaat bagi peningkatan kualitas pendidikan nasional yang belum dipertimbangkan MA. Menurut Mansyur, sebenarnya keberadaan UN masih diperlukan sebagai upaya pemetaan dan pendorong semangat belajar peserta didik.
Dia khawatir, karena perbedaan cara pandang dalam UN, Indonesia akan kehilangan kesempatan untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara utuh. “Kalau dilewatkan, yang rugi bangsa kita juga,” tegasnya. Sementara itu, Kepala BSNP Djemari Mardapi menyatakan, BSNP tidak akan mempermasalahkan jika pada akhirnya UN dihapuskan.
BSNP, kata dia, selama ini hanyalah lembaga independen yang ditugasi Depdiknas untuk menyelenggarakan UN. “Nantinya, kemungkinan kami akan membuat standar pendidikan dan kurikulum saja,” ujarnya.
Meski demikian, Djemari mengatakan, BSNP dan Depdiknas tetap akan berkoordinasi untuk menanggapi putusan MA ini. Anggota Tim Advokasi Korban UN (TeKUN) Gatot mengatakan, pihaknya belum menerima salinan putusan.
Dia hanya mengetahui hal itu dari pemberitaan di media massa dan informasi perkara di situs resmi MA. Rencananya pada hari ini (25/11), seluruh penggugat, di antaranya puluhan siswa, orang tua, dan pemerhati pendidikan, akan menggelar temu wartawan dan syukuran atas putusan MA tersebut.(Koran SI/Koran SI/ahm)
http://news.okezone.com/read/2009/11/25/337/278994/337/mendiknas-koordinasi-bahas-larangan-un
Berita keputusan MA melarang Ujian Nasional sebagai berikut:
Selasa, 24-11-09 | 21:08 | 139 View
MA Tolak Kasasi Ujian Nasional
JAKARTA — Mahkamah Agung (MA) pekan lalu menolak kasasi perkara ujian nasional yang diajukan pemerintah. Dengan demikian, pemerintah diwajibkan melaksanakan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk terlebih dahulu meningkatkan kualitas guru, kelengkapan sarana prasarana, serta akses informasi di seluruh daerah sebelum mengeluarkan kebijakan ujian nasional.
Berdasarkan informasi perkara di laman Mahkamah Agung, perkara gugatan warga negara atau citizen law suit yang diajukan Kristiono tersebut diputus pada 14 September oleh majelis hakim yang terdiri atas Mansur Kartayasa, Imam Harjadi, dan Abbas Said. Penolakan kasasi tersebut sekaligus menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 6 Desember 2007 yang juga menolak permohonan banding pemerintah atas putusan majelis hakim PN Jakarta Pusat.
Para tergugat, yakni presiden, wakil presiden, menteri pendidikan nasional, dan ketua Badan Standar Nasional Pendidikan, dinyatakan lalai memberikan pemenuhan hak asasi manusia terhadap warga negara yang menjadi korban ujian nasional.
Pemerintah juga dinilai lalai meningkatkan kualitas guru, terutama sarana dan prasarana sekolah, akses informasi yang lengkap di seluruh daerah sebelum melaksanakan kebijakan ujian nasional. Pemerintah ?Pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah konkrit untuk mengatasi gangguan psikologis dan mental peserta didik usia anak akibat penyelenggaraan ujian nasional.” (noe)
http://www.fajar.co.id/index.php?option=news&id=74566
Yang kisruh bukan hanya kepolisan dan kejaksaan
Yang kisruh di Indonesia ternyata bukan hanya di lingkungan kepolisan dan kejaksaan yang sedang gonjang-ganjing dengan masalah-masalah kriminalisasi KPK, kasus Bank Century, pembunuhan Nasruddin dan sebagainya.
Di tengah kekisruhan yang ramai dan berlarut-larut serta belum tentu akan dituntaskan itu muncul pula kegemparan lagi, di dunia pendidikan.
Keputusan MA hingga melarang ujian nasional itu memutuskan: Para tergugat, yakni presiden, wakil presiden, menteri pendidikan nasional, dan ketua Badan Standar Nasional Pendidikan, dinyatakan lalai memberikan pemenuhan hak asasi manusia terhadap warga negara yang menjadi korban ujian nasional.
Diambil tulisan ini oleh Muhammad Faisal SPd (Alumni FKIP Prodi Pendidikan Luar Sekolah (PLS) Universitas Negeri Sultan Ageng Tirtayasa (UNTIRTA), Banten Phone: 085888844993 e-mail: Faisal_SPd2009@yahoo.com dari Situs http://www.nahimunkar.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar